Belajar Kebersamaan dari KKN MIT 20 UIN Walisongo Semarang Posko 69
![]() |
Mereka belajar beradaptasi, ikut dalam rutinitas warga, dan mengusahakan kegiatan yang bermanfaat untuk bersama. |
BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Kuliah Kerja Nyata (KKN) Mandiri Inisiatif Terprogram (MIT) 20 Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang Posko 69 yang berlangsung di Desa Tengaran menjadi pengalaman berharga, bukan hanya bagi mahasiswa, tetapi juga bagi masyarakat. Selama 45 hari, mahasiswa berbaur dengan warga, mengisi hari-hari dengan berbagai kegiatan yang sarat makna sosial.
Sejak awal kedatangan, mahasiswa posko 69 hadir bukan hanya sebagai pelaksana program kampus, tetapi juga sebagai bagian dari masyarakat desa.
Mereka belajar beradaptasi, ikut dalam rutinitas warga, dan mengusahakan kegiatan yang bermanfaat untuk bersama.
Kebersamaan itu tercermin dalam berbagai program.
Misalnya, saat mahasiswa mengadakan sosialisasi penanganan kebakaran rumah tangga, masyarakat diajak bukan hanya menjadi pendengar, melainkan ikut praktik langsung memadamkan api dengan cara sederhana.
Ada pula kegiatan pelatihan pemanfaatan minyak jelantah menjadi lilin aromaterapi. Inovasi sederhana ini tidak hanya mengurangi limbah, tetapi juga membuka wawasan warga bahwa barang bekas bisa memiliki nilai guna dan ekonomi.
Kebersamaan juga terasa ketika mahasiswa bergabung dengan anak-anak TPQ Al-Huda.
Mengajarkan surat pendek, bernyanyi islami bersama, hingga makan bersama di akhir perpisahan, menjadi kenangan yang membekas baik di hati santri maupun mahasiswa.
Tidak kalah penting, mahasiswa posko 69 juga berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan dan sosial seperti bersih-bersih mushola, pengajian, posyandu, serta kegiatan senam lansia.
Kehadiran mereka memberikan semangat baru bagi masyarakat.
Dari kegiatan kecil itulah, mahasiswa menyadari bahwa perubahan sosial tidak selalu hadir dari proyek besar.
Kadang, hal-hal sederhana justru lebih bermakna karena lahir dari kebersamaan dan keikhlasan.
Masyarakat Tengaran juga menunjukkan ketulusan yang luar biasa.
Mereka menerima mahasiswa dengan tangan terbuka, menyediakan tempat tinggal, dan memperlakukan mereka seolah bagian dari keluarga sendiri.
Bagi mahasiswa, pengalaman ini menjadi pelajaran yang tak bisa didapatkan di ruang kelas.
Mereka belajar langsung tentang gotong royong, toleransi, dan solidaritas sosial.
Keterbatasan sarana di desa tidak menjadi penghalang.
Justru dengan kondisi itu, mahasiswa dan masyarakat terlatih untuk lebih kreatif, saling melengkapi, dan menemukan solusi bersama.
Makna kebersamaan semakin nyata ketika di akhir masa KKN, mahasiswa menyerahkan kenang-kenangan berupa tempat sampah untuk balai desa.
Simbol kecil ini menunjukkan kepedulian yang diharapkan bisa terus dijaga oleh masyarakat.
Begitu pula saat acara perpisahan dengan TPQ Al-Huda, air mata haru menjadi saksi betapa erat hubungan yang sudah terjalin.
Kegiatan 45 hari ternyata cukup untuk menciptakan ikatan emosional yang kuat.
Pengalaman KKN MIT-20 Posko 69 membuktikan bahwa mahasiswa bukan hanya datang untuk mengabdi, tetapi juga menerima banyak pelajaran hidup dari masyarakat.
Hubungan timbal balik inilah yang membuat program ini istimewa.
Ke depan, nilai kebersamaan yang dipelajari di Desa Tengaran akan menjadi bekal penting bagi mahasiswa untuk menghadapi dunia kerja maupun kehidupan sosial.
Mereka tidak hanya membawa ilmu, tetapi juga kearifan lokal yang telah mereka alami sendiri.
Akhirnya, KKN MIT-20 UIN Walisongo Semarang Posko 69 meninggalkan jejak: bahwa kebersamaan adalah kunci dari segala pembangunan.
Dari desa kecil, mahasiswa belajar sesuatu yang besar—bahwa kerja bersama adalah fondasi bagi masa depan bangsa.
Atribusi : Elmira Lovelina Mafaz peserta KKN MIT 20 UIN Walisongo Semarang Posko 69
Posting Komentar